Posts Tagged ‘ mewakili negara melakukan kontrak karya dengan pihak asing. Hasil kerjanya? Gas negara dibobol ’

‘Teh Botol’ Rugikan RI Rp 2.000 T

Jakarta � ‘Teh Botol’ merugikan Indonesia lebih dari Rp 2.000 triliun. Kerugian berasal dari 54 kontrak penjualan gas yang membuat kantong negara jebol. Sampai kapan Indonesia jadi pelayan kepentingan asing di sektor energi?

Teh Botol? Ini bukan teh yang kemudian dimasukkan ke botol dan dijual di berbagai tempat. Teh Botol adalah julukan sosiolog Arief Budiman, profesor dari Universitas Melbourne, untuk teknokrat yang berkecimpung di industri dan penjualan gas Tanah Air. Teknokrat bodoh dan tolol.

Kebodohan itu muncul akibat cara berpikir yang egois dan sektoral. Ketololan itu terjadi demi kepentingan sesaat. Maka, mereka, para Teh Botol itu, mewakili negara melakukan kontrak karya dengan pihak asing. Hasil kerjanya? Gas negara dibobol, uangnya menguap entah kemana.

Bayangkan, di LNG Tangguh saja, ada empat kontrak yang kerugiannya mencapai US$ 125 miliar (Rp 1.250 triliun). Sungguh sebuah kebodohan dan ketololan para teknorat orde reformasi yang menyesakkan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla harus merombak para teknokrat itu karena sudah keterlaluan.

Arief Budiman melihat tabiat Orbarian yang korup dan kolutif di kalangan petinggi dan politisi masih berlaku pada era reformasi ini. Ditengarai, ekonomi rente dan korupsi kebijakan mewarnai gelontoran uang ke kantong elite partai politik dan pejabat yang berwenang melakukan kontrak karya ini.

Selama ini, artikulasi para politisi soal kontrak karya juga hanya sekadar wacana. Tak ada keseriusan dan ketegasan para politisi untuk mengawal ini. Konsolidasi yang sifatnya ideologis pun tidak ada. “Tradisi politik masih demi kepentingan sesaat dan mencari uang rente belaka,” kata Dradjad Wibowo, ekonom yang sempat dan masih merasakan kursi politisi di DPR.
“Semua ini baru perhitungan sementara. Di LNG Tangguh saja ada empat kontrak yang kerugiannya mencapai US$ 125 miliar,” kata Anggota Komisi VII Tjatur Sapto Edy.
Dalam hal ini, pemerintah dituntut berani mengkaji ulang berbagai kontrak karya pertambangan yang merugikan Indonesia. Pasalnya, masih banyak perjanjian dengan asing yang justru mengkhianati bangsa sendiri.

Padahal, “Indonesia is not for sale,” kata Sri Edi Swasono, gurubesar FEUI. Namun suara menantu Bung Hatta ini ternyata dikalahkan oleh realitas yang ada. Indonesia justru diobral ke pasar dunia oleh para pengemban Pancasila. Sungguh ironis. [I4